Asuhan Keperawatan Appendiksitis


I. PENGERTIAN
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997)



II. ETIOLOGI
Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh:
a. Fekalis/ massa keras dari feses
b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid
c. Benda asing

III. PATOFISIOLOGI
Appendisitis yang terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam, trlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Appendiks terinflamasi berisi pus.



IV. PATHWAYS

Idiopatik makan tak teratur Kerja fisik yang keras

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Suplay aliran darah menurun
Mukosa terkikis


• Perforasi Peradangan pada appendiks distensi abdomen
• Abses
• Peritonitis Nyeri
Menekan gaster

Appendiktomy pembatasan intake cairan peningk prod HCL

Insisi bedah mual, muntah




V. TANDA DAN GEJALA
• Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
• Mual, muntah
• Anoreksia, malaisse
• Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
• Spasme otot
• Konstipasi, diare
(Brunner & Suddart, 1997)

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%
• Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
• Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
• Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)

VII. KOMPLIKASI
• Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses apendiks
• Tromboflebitis supuratif
• Abses subfrenikus
• Obstruksi intestinal



VIII. PENATALAKSANAAN
• Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
• Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan
• Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
(Brunner & Suddart, 1997)

IX. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/ istirahat: Malaise
2. Sirkulasi : Tachikardi
3. Eliminasi
• Konstipasi pada awitan awal
• Diare (kadang-kadang)
• Distensi abdomen
• Nyeri tekan/lepas abdomen
• Penurunan bising usus
4. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
5. Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
6. Keamanan : demam
7. Pernapasan
• Tachipnea
• Pernapasan dangkal
(Brunner & Suddart, 1997)




X. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
• Penyembuhan luka berjalan baik
• Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
• Tekanan darah >90/60 mmHg
• Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal • Abdomen lunak, tidak ada distensi • Bising usus 5-34 x/menit Intervensi: a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat b. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat dan dangkal c. Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus d. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik e. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema f. Kolaborasi: antibiotik 2. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah Kriteria hasil: • Persepsi subyektif tentang nyeri menurun • Tampak rileks • Pasien dapat istirahat dengan cukup Intervensi: a. Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler c. Dorong untuk ambulasi dini d. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan otot yang tegang e. Hindari tekanan area popliteal f. Berikan antiemetik, analgetik sesuai program 3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi Kriteria hasil; • Membran mukosa lembab • Turgor kulit baik • Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam • Tanda vital stabil Intervensi: a. Awasi tekanan darah dan tanda vial b. Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill c. Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi d. Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus e. Berikan perawatan mulut sering f. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi g. Berikan cairan IV dan Elektrolit 4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi Kriteria: • Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan • Berpartisipasidalam program pengobatan Intervensi a. Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi b. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik c. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi d. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase (Doenges, 1993) DAFTAR PUSTAKA 1. Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC 2. Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC 3. Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC 4. Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. K\Jakarta. EGC
baca selengkapnya...

Asuhan Keperawatan Ca Pankreas


BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1. Latar Belakang
Kelenjar endokrin mencakup kelenjar hipofisis (pituitaria), tiroid, paratiroid, adrenal, pulau langerhans, ovarium dan testis. Semua kelenjar ini menyekresikan produknya langsung ke dalam darah, berbeda dengan kelenjar eksokrin,mis kelenjar keringat, yang menyekresikan produknya lewat saluran ke permukaan epitelial. Hipothalamus berfungsi sebagai penghubung antara sistem saraf dan sistem endokrin.



Zat-zat kimia yang disekresikan oleh kelenjar endokrin disebut hormon. Hormon membantu fungsi organ agar bekerja secara terkoordinasi dengan sistem saraf. Sistem regulasi ganda ini, dimana kerja cepat sistem saraf diimbangi oleh kerja hormon yang lebih lambat, memungkinkan pengendalian berbagai fungsi tubuh secara tepat dalam bereaksi terhadap berbagai perubahan di dalam dan di luar tubuh.
Kelenjar endokrin tersusun dari sel-sel sekretorik yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil atau asinus. Meskipun terdapat duktus, kelenjar endokrin memiliki suplai darah yang kaya sehingga za-zat kimia yang diproduksinya dapat langsung memasuki aliran darah dengan cepat. (KMB Brunner & Suddarth, 2001).

1.2. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan konsep medik dari kanker pancreas
2. Menjelaskan konsep keperawatan dari kanker pancreas
3. Mengetahui patofisiologi dan penyimpangan KDM.









BAB II
KONSEP TEORITIS

2.1. Defenisi
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). (Sylvia, 2006). Kanker berawal dari kerusakan materi genetika atau DNA (Deoxyribo Nuclead Acid) sel. Satu sel saja yang mengalami kerusakan genetika sudah cukup untuk menghasilkan suatu jaringan baru, sehingga kanker disebut juga penyakit seluler (Tjokronegoro, 2001).
Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal. (Doegoes, 2000).
Kanker Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel Yang melapisi saluran pankreas. Sekitar 95% tumor ganas pankreas merupakan adenokarsinoma. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan agak lebih sering menyerang orang kulit hitam. Tumor ini jarang terjadi sebelum usia 50 tahun dan rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada penderita yang berumur 55 tahun. (Brunner & Suddarth, 2001).
2.2. Etiologi
Adapun etiologi dari Kanker Pankreas yaitu :
1. Faktor Resiko Eksogen
Merupakan adenoma yang jinak dan adenokarsinoma yang ganas yang berasal dari sel parenkim (asiner atau sel duktal) dan tumor kistik. Yang termasuk factor resiko eksogen adalah makanan tinggi lemak dan kolesterol, pecandu alkohol, perokok, orang yang suka mengkonsumsi kopi, dan beberapa zat karsinogen.
2. Faktor Resiko Endogen
Contohnya : Penyakit DM, pankreatitis kronik, kalsifikasi pankreas (masih belum jelas, Setyono, 2001)
Penyebaran kanker/tumor dapat langsung ke organ di sekitarnya atau melalui pembuluh darah kelenjar getah bening. Lebih sering ke hati, peritoneum, dan paru. Tapi agak jarang pada adrenal, Lambung, duodenum, limpa. Kolestasis Ekstrahepatal. Kanker di kaput pankreas lebih banyak menimbulkan sumbatan pada saluran empedu disebut Tumor akan masuk dan menginfiltrasi duodenum sehingga terjadi perdarahan di duodenum. Kanker yang letaknya di korpus dan kauda akan lebih sering mengalami metastasis ke hati, bisa juga ke limpa. (Setyono, 2001).

2.3. Insiden
Insiden kanker pankreas terus meningkat sejak 20 hingga 30 tahun yang lalu, khususnya pada orang-orang yang bukan kulit putih. Kanker pankreas merupakan penyebab kematian terkemuka pada urutan ke-4 di Amerika Serikat dan paling sering ditemukan pada usia 60 – 70an tahun. Kebiasaan merokok, kontak dengan zat kimia industri atau toksin dalam lingkungan, serta diet tinggi lemak,daging atau pun keduanya. Memiliki hubungan dengan peningkatan insidens kanker pankreas meskipun peranannya dalam menyebabkan kelainan keganasan ini masih belum jelas seluruhnya. Risiko kanker pankreas akan meningkat bersamaan dengan tingginya kebiasaan merokok. Pankreas dapat pula menjadi tempat metastasis dari tumor lain. (KMB Brunner & Suddarth, 2001).

2.4. Gejala Klinis
Penyakit kanker pankreas dapat tumbuh pada setiap bagian pankreas, adalah pada bagian kaput, korpus atau kauda dengan menimbulkan gejala klinis yang bervariasi menurut lokasi lesinya dan bagaiman pulau langerhans yang mensekresikan insulin.
Tumor yang berasal dari kaput pankreas (yang merupakan lokasi paling sering) akan memberikan gambaran klinik tersendiri. Dalam kenyataannya, karsinoma pankreas memiliki angka keberhasilan hidup 5 tahunan, paling rendah bila dibandingkan dengan karsinoma lainnya. (Tjokronegoro, 2001)
Gejala khas yaitu :Nyeri pada abdomen yag hebat khususnya pada epigastrium. Rasa sakit dan nyeri tekan pada abdomen yang juga disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Karena sumbatan pada duktus koledikus Ikterus .
Kadang-kadang timbul perdarahan gastrointestinal yang terjadi akibat erosi pada duodenum yang disebabkan oleh tumor pankreas.Gangguan rasa nyaman menyebar sebagai rasa nyeri yang menjengkelkan ke bagian tengah punggung dan tidak berhubungan dengan postur tubuh maupun aktivitassinoma pankreas. Serangan nyeri dapat dikurangi dengan duduk membungkuk. Dimana sel-sel ganas dari kanker pancreas.
Umumnya terjadi ansietas sering terlepas dan masuk ke dalam rongga peritoneum sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya metastasis. Timbulnya gejala defisiensi insulin yang terdiri atas glukosuria, Diabetes dapat hiperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormal menjadi tanda dini kanker pankreas.

2.5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Anemia karena terjadi defisiensi zat besi, nutrisi, perdarahan per anal.
- Amylase serum meningkat.
- TES faal hati bilirubin, serum, SGT, SGOT
- Kadar glukosa darah > 20 %.
2. Pemeriksaan Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen akan terasa suatu massa epigastrium. Letak tumor pada peritoneal. Pada beberapa pasien dapat di raba adanya pembesaran kandung empedu, hepatomegali (akibat bermetastasis). Bila ditemukan asites maka akan terjadi invasi ke peritoneum.
3. Pemeriksaan Radiologi
Yang paling baik adalah dengan menggunakan ERCP (Endoscopic Retrogade Cholangiong Pancreatography).
Dengan memasukkan media control ke dalam canula melalui papilla vateri ke dalam duktus pankreatikus. Duodenoskop  merupakan tindakan PTC (Percutaneous Transhepatic Cholangiography)  lain yang dapat dilakukan untuk mengenali obstruksi saluran empedu oleh tumor pankreas. Apabila ada tanda kolestasis ekstrahepatik di ujung duktus koledikus yang tumpul. Ultrasonografi
a. Tanda Primer yaitu pembesaran local pankreas, densitas gema massa yang tampak rendah homogen, pelebaran saluran pankreas pada kaput timbul gejala pelebaran saluran empedu.
b. Tanda sekunder




4. Pemeriksaan Endoskopi
Akan tampak pendesakan antrum lambung ke ventral.
a. Duodenoskopi
Bila terlihat pembesaran organ di sekitar kurva duodenal yang berbenjol, dengan disertai vaskularisasi.
b. Laparaskopi
5. Pemeriksaan CT
Dapat dilakukan untuk menentukan apakah tumor tersebut masih dapat diangkat melalui pembedahan. Pada pelebaran saluran pankreas sebagai akibat sumbatan di kaput.
6. Terapi dengan Suportif
Untuk pasien yang sudah memperlihatkan tanda kolestasis ekstrahepatik maka dilakukan dekompresi dengan cara pengisapan cairan empedu.
7. Prognosis
Pada fase lanjut, prognosis jelek terutama pada pasien yang sama sekali tidak mendapatkan terapi apapun. Bila yang masih dikpresi, hidupnya dapat diperpanjang.

2.6. Penatalaksanaan
Tindakan bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun demikian, terapi bedah yaitu definitive (eksisi total lesi) . sering tidak mungkin dilakukan karena pertumbuhan yang sudah begitu luas. Tindakan bedah tersebut sering terbatas pada tindakan paliatif.
Meskipun tumor pankreas mungkin resisten terhadap terapi radiasi standar, pasien dapat diterapi dengan radioterapi dan kemoterapi (Fluorourasil, 5-FU) . jika pasien menjalani pembedahan, terapi radiasi introperatif (IORT = Intraoperatif Radiation Theraphy) dapat dilakukan untuk memberikan radiasi dosisi tinggi pada jaringan tumor dengan cedera yang minimal pada jaringan lain serta dapat mengurangi nyeri pada terapi radiasi tersebut.




BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan dan atau keletihan
Perubahan pada pola istirahat & jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempeiatan. Pekerjaan mempengaruhi tidur, mis nyeri, ansietas, berkeringat malam, serta Keterbatasan partisipasi dalam melakukan kegiatan
Pekerjaan dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.
b. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Kebiasaan : Perubahan pada TD
c. Integritas Ego
Gejala : Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress, mis: merokok, minum alkohol, keyakinan/religious. Masalah tentang perubahan dalam penampilan, mis : lesi cacat, alopesia, pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan control, serta depresi.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah.
d. Cairan/Makanan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (mis: rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan pengawet).
Anoreksia, mual/muntah, Intoleransi makanan Perubahan pada BB, penurunan BB hebat, berkurangnya massa otot.
Tanda : Perubahan pada kelembaban / turgor kulit, mis edema.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi mis: ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat.
f. Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok).
g. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Pemajanan matahari lama / berlebihan.
Tanda : Demam, Ruam kulit, ulserasi.

3.2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien kanker pankreas yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi saluran cerna.
3. Nutrisi, perubahan berhubungan dengan penurunan pemasukan oral.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi penyakit atau ketidaktahuan tentang penyakit tersebut.

3.3. Intervensi
a. Diagnosa Keperawatan 1
Tujuan : Kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan tidak ada nyeri
Intervensi :
1) Tentukan riwayat nyeri, mis: Lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas.
2) Evaluasi terapi tertentu, mis : pembedahan,radiasi, kemoterapi.
3) Berikan tindakan kenyamanan dasar (mis : reposisi) dan aktivitas hiburan Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan.
4) Evaluasi penghilang nyeri/control.
b. Diagnosa Keperawatan 2
Tujuan : Kebutuhan jaringan metabolic di tingkatkan begitu juga dengan cairan
Dapat mentriger respons mual/muntah. Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai secara umum tidak berespons terhadap obat antiemetic
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan perasaan nyaman dan bertenaga
Intervensi :
1) Pantau masukan makanan setiap hari, biarkan pasien menyimpan buku harian tentang makanan sesuai indikasi.
2) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan masukan cairan adekuat.
3) Control faktor lingkungan
4) Mengidentifiksikan kekuatan/defisiensi nutrisi
5) Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang di antisipasi.
c. Diagnosa Keperawatan 3
Tujuan : Membantu dalam memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko efek samping yg membahayakan.
Kriteria Hasil : Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi.
Intervensi :
1) Pantau masukan dan haluan dan berat jenis.
2) Pantau tanda vital.
3) Dorong peningkatan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi individu. Keseimbangan cairan negative terus-menerus, menurunkan haluan renal.
4) Observasi terhadap kecenderungan perdarahan.
d. Diagnosa Keperawatan 4
Tujuan : Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan kesenjangan
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan rasa keingintahuannya tentang penyakit yang dideritanya dan klien mengerti tentang penyakitnya.
Intervensi :
1) Tinjau ulang pasien/orang terdekat pemahaman diagnosa.
2) Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pngobtan kanker.
3) Berikan pedoman antisipasi pada pasien/orang terdekat mengenai menvalidasi tingkat pemahaman saat ini.
4) Mengidentifikasi kebutuhan belajar.
5) Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan kesenjangan.





BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
I. Konsep medik dari kanker pankreas adalah
1) Kanker Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel Yang melapisi saluran pankreas. Sekitar 95% tumor ganas pankreas merupakan adenokarsinoma. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan agak lebih sering menyerang orang kulit hitam. Tumor ini jarang terjadi sebelum usia 50 tahun dan rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada penderita yang berumur 55 tahun.
2) Adapun etiologinya adalah :
• Faktor Resiko Eksogen
• Faktor Resiko Endogen
3) Gejala khas dari kanker pankreas adalah :
a. Nyeri pada abdomen yag hebat khususnya pada epigastrium.
b. Ikterus
c. Kadang-kadang timbul perdarahan gastrointestinal
d. Timbulnya gejala defisiensi insulin yang terdiri atas glukosuria, Diabetes dapathiperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormal menjadi tanda dini kanker pankreas.
II. Konsep keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien kanker pankreas yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi saluran cerna.
3. Nutrisi, perubahan berhubungan dengan penurunan pemasukan oral.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi penyakit atau ketidaktahuan tentang penyakit tersebut.

4.2. SARAN
Di harapkan sebelum diskusi di adakan, di beri terlebih dahulu materi yang sesuai dengan materi kuliah.
baca selengkapnya...

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura


BAB I
P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang
Effusi pleura adalah terkumpulnya cairan di dalam rongga pleura dengan jumlah yang lebih besar dari normal ( nilai normal 10-20 cc), sehingga dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologis dan munculnya kelainan restriktif pada paru.
Tingkat besarnya effusi pleura ditentukan oleh faktor-faktor :

a. Jumlah cairan yang sedemikian banyak sehingga terjadi pemburukan fungsi restriktif.
b. Kecepatan pembentukan cairan. Makin cepat terjadi pembentukan cairan makin memperburuk keadaan penderita.
c. Jenis cairan. Serohemorhagik lebih berbahaya dari non sero hemorhagik. Memburuknya fungsi paru ini ditentukan oleh jumlah cairan yang terbentuk dalam satuan waktu


Untuk menggambarkan kecepatan pembentukan ini terdapat istilah effusi pleura maligna. Dimana jumlah cairan yang terbentuk jauh lebih besar dari jumlah cairan yang diabsorbsi sehingga menimbulkan kelainan fungsi restriktif selain dari pergeseran alat-alat mediastinal, pembentukan cairan ini disebabkan oleh keganasan.
Persoalan pokok pada penderita effusi pleura maligna adalah mengatasi penambahan jumlah cairan yang terjadi secara massive dalam waktu singkat. Makin tinggi kecepatan pembentukan cairan pleura makin tinggi pula tingkat kegawatan yang terjadi. Para penyelidikan juga membuktikan bahwa pembentukan cairan pleura karena tumor ganas baik metastasis ataupun primer dari pleura merupakan tanda prognosa yang buruk.
1.2. Tujuan

1. Untuk memahami Definisi, Epidemiologi, Etiologi, Patologi, Gambaran klinis, Diagnosis, Penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Efusi Pleura.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan Asuhan Keperawatan.
3. Memenuhi salah satu tugas perkuliahan Keperawatan Medical Bedah 1 Prodi DIII Keperawatan STIKes Perintis Bukittinggi.


BAB II
P E M B A H A S A N

2.1. KONSEP DASAR

2.1.1. Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995).

2.1.2. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik.
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah.
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural.
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura.




2.1.3. Tanda dan Gejala
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.


2.1.4. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.



2.1.5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
b. Ultrasonografi
c. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
d. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
e. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.

2.1.6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.


2.1.7. Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
2. Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus.
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks.
c. Torakotomi .
d. Efusi pleura.
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi.
3. Tujuan Pemasangan
a. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura.
b. Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura.
c. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian.
d. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
4. Tempat pemasangan
a. Apikal
 Letak selang pada interkosta III mid klavikula.
 Dimasukkan secara antero lateral.
 Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura.
b. Basal
 Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller.
 Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura.
5. Jenis WSD
a. Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks
b. Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol water seal.
c. System tiga botol.
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.
2.2. ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Terdiri dari nama, umur, alamat, pekerjaan, jenis kelamin, alasan masuk dan data penanggung jawab.
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan sekarang
2. Riwayat kesehatan dahulu : riwayat kesehatan klien yg berhubungan dengan penyakit efusi pleura serta penggunaan obat.
3. Riwayat kesehatan keluarga : apakah keluarga klien ada yang menderita penyakit keturunan seperti DM,dan riwayat penyakit lain.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
5. nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan.
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada).
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan.


2.2.3. Intervensi Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
b. Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia.
Intervensi :
a. Identifikasi etiologi atau factor pencetus
b. Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
c. Auskultasi bunyi napas
d. Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
e. Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
f. Bila selang dada dipasang :
periksa pengontrol penghisap, batas cairan
Observasi gelembung udara botol penampung
Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
Awasi pasang surutnya air penampung
Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
g. Berikan oksigen melalui kanul/masker.
2. Nyeri dada b.d faktor-faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor-faktor fisik (pemasangan selang dada).
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
b. Pasien tampak tenang
Intervensi :
a. Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
b. Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
c. Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
d. Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
e. Berikan analgetik sesuai indikasi.
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
a. Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
b. Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
a. Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
b. Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
c. Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan
d. Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
e. Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
b. Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah terulangnya masalah.
Intervensi :
a. Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
b. Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
d. Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
e. Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .






BAB III
P E N U T U P
3.1. Kesimpulan
1. Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
2. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
3. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).

3.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun kepada pembaca sekalian. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca
baca selengkapnya...